Pagi ini muncul dari seperempat
matahari yang membangunkan aku dari ketidaksadaran malam. Dengan membukakan
mata sebagai penanda, pagi membawaku untuk hidup hari ini. Ini merupakan hal yang buruk untuk sekarang,
karena bagaimanapun seharusnya bukan pagi yang membangunkan aku, tapi
microphonelah yang semestinya aku dengar lalu mencari air dan bersyukur atas
nikmat hidup yang diberikan untuk hari ini. Walaupun begitu, tetaplah aku harus
bersyukur kepadamu, karena dirimu masih bisa memberikan aku kesempatan,
kesempatan untuk seraya mengabdi dan melakukan kebajikan, serta bersabar dalam kejadian
yang akan menimpa.
Secangkir kopi dan dua batang
rokok sebagai teman untuk pagi ini, salah satunya sudah habis saya hisap,
sedangkan satu lagi masih tetap diam di atas meja. Artinya, saya masih punya
satu batang rokok, tapi sayang kalau langsung aku hisap. Emhh,, tapi dia
termasuk barang yang makruh, dan kata Ayah saya barang makruh itu mesti kita
bakar. Kalo saya bakar, berarti tinggal menunggu waktu untuk jadi celacah, dan
itu tidak bisa didaur ulang, kalau pun nanti ada yang mau mendaur ulang
silahkan dengan satu syarat, biar saya yang menghisapnya.
Melirik ke arah samping kanan meja,
di sana terdapat satu wadah sebagai penampungan hasil dari mulut yang monyong;
asap yang pergi entah kemana; filter yang tidak terbakar menjadi kotoran; dan
butiran celacah berwarna putih, terlihat kasar tapi kalo disentuh memberikan
aroma yang tidak sedap. Emh... Seperti yang saya bilang, wadah itu berjarak
sejengkal pergelangan tangan kananku dari mesin ketik ini. Jarak yang sangat
ideal untuk berpacaran, tapi sayang apa mesti saya pacari wadah itu. Hah
jangankan mau merayunya, mendekatinya pun tak sedap. Ternyata cukup cukup cukup
bau....!!! Pantas saja orang menyebut perokok itu bau mulutnya. Waduhhh.. aku
baru sadar. Anehnya sudah tahu perokok itu bau mulutnya ini masih ada aja orang
yang mau dekat dengannya, malahan ada juga yang mau berpacaran dengan sang
perokok... Inilah kehidupan, kadang hal yang kita tidak sukai dari sifatnya
kita butuh dari Dzatnya...
Menjelang siang, saya masih
memikirkan rokok itu. Menoleh sebentar, sambil aku tanyakan padanya.
“Heh Rokok...
Aku sedang memikirkanmu! Apakah kamu memikirkan aku juga?”
Saya tunggu
kali saja tahun 2013 penuh dengan keajaiban, keajaiban rokok bisa berbicara.
Kalau sudah begitu nanti bisa terkenal. Seperti artis-artis dari youtube yang
secepatnya melangit tak lama tenggelam ke dasar lautan. Sama seperti rokok yang
sebelumnya sudah saya hisap, yang tersisa cuman celacah dan filter yang
bengkok. Kemana dia pergi tidak tau, kenapa dia seperti itu pun kita tidak tau.
Mitosnya merokok itu bisa mengakibatkan serangan jantung, gangguan kehamilan
dan janin, dan yang lainnya. Tapi itu buat yang sakit. Kalau yang belum sakit,
merokok itu bisa memberikan udara yang tidak sedap, bau mulut dan filter yang
bengkok berserta serpihan bubuk celacah yang harus dihindarkan dari berbagai
udara maupun angin karena bakalan membuat mata merasa pedih dan hidung
tiba-tiba tertutup.
Melihat
sebentar,, mana suara dari rokok itu.. Lebih baik saya tanyakan kembali.
“Heh Rokok...
Aku sedang memikirkanmu! Apakah kamu memikirkan aku juga?”
Emhh.. kata
orang kalau kita inginkan sesuatu, maka kita harus pintar mencarinya dan pintar
merayunya. Apakah perlu untuk saya merayu sebatang rokok.. ya sudahlah karena
pada dasarnya aku inginkan jawaban darinya. Sebaiknya aku merayunya...
“Wahai wujud
yang ringan, putihmu adalah dzatmu. Kau temani pagi, walau kau inginkan api.
Bisakah kau jawab pertanyaanku ini? Berilah jawabanmu, dengan apa yang kamu
bisa beri! aku di sini sedang menunggumu untuk katakan dan untuk menunjukan.
Jika Engkau pun memikirkanku.”
Selalu diam,
tidak bergerak walau pun ada getaran yang kecil dari tempatku mengetik. Memberi
tekanan yang sedang dia pun tetap saja diam. Jika aku berikan angin akankah kau
bergerak?..... Dan nampaknya tidak, mungkin kekuatan mulutku tidak sebanding
dengan kipas angin. Berarti aku harus menjadi kipas angin. Oke saya akan
lakukan itu... menarik nafas lalu meniupkan padanya.
Ya... engkau
bergerak. Itu tandanya kau pun sedang mendengarkanku. Sekarang saatnya kau beri
jawaban. Ayolah aku butuh jawabanmu....
Saya ambil
sebatang rokok itu dengan dua jari. Saya tempatkan ia tepat dihadapan mulutku.
Jika kamu tidak bisa memberikan jawaban, saya akan tunjukan api dihadapanmu.
Jika kau pun tidak bisa memberikan jawaban, dengan sangat menyesal saya akan
membakarmu.
Lalu kuletakan
rokok itu dimulutku, dan kunyalakan api sebagai teman hidupmu. Saya
menghisapnya, terus menghisapnya. Dia pun mengeluarkan asapnya. Saya lihat
asap, dia mengudara sedangkan saya tetap disini, dia berubah wujud menjadi
celacah sedangkan saya masih tetap seperti ini.
Tiba-tiba dia
memberikan jawabannya dengan beberapa bentuk yang sudah terbakar.
“Hei kamu
manusia,, lihatlah aku, aku terbakar saat ini, dan kamu seenaknya saja
menyentuhku dengan mulutmu yang bau. Apa kamu tidak merasakan kesakitan yang
aku jalani selama ini menjadi sebuah rokok. Sesungguhnya kamu itu hanya
menyapaku karena sifatku yang mudah terbakar. Dan itu bukan untuk menikmatiku
tapi hanya untuk menghabiskan waktumu dan melampiaskan nafsumu. Saya ingatkan
kepadamu, sejenisku telah kau bakar, dan kau hanya menyimpannya, sedangkan kau
tidak melihatnya betapa dia sakit karena ulahmu. Diluar sana mereka membakarku,
sudah terbakar dan sudah tersisa mereka membuangnya dengan sangat gampangnya.
Kau tahu, mereka tidak tahu kemana dia akan pergi, jika hujan mereka menjadi kotoran
dan kau tahu itu, itu tidak membuat mereka nyaman. Jadi jangan salahkan saya
jika kotamu nanti hancur karena sejenisku. Ukuranku kecil tapi aku bisa
menenggelamkan kalian”
Tidak pernah
disangka sebelumnya, dia memberikan jawaban seperti itu. Pada dasarnya
pernyataanku cukup gampang untuk dijawab, tapi dia memberikan jawaban yang
tidak disangka. Padahal sebelumnya aku memujinya. Memang betul ternyata sifatmu
yang makruh itu harus dibakar.
“Ya sudah
berarti saya akan hisap dirimu!”
“Silahkan!”
dia berikan jawaban dengan asapnya.
Aku hisap
dirinya, dan aku tiupkan ke arah gorden jendela. Gorden itu berwarna hijau.
Konon katanya rokok itu suka dengan warna hijau. Timbullah berbagai asap yang
tebal serta banyak yang menghiasi gorden itu dan tak lama kemudia lenyap. Pergi
entah kemana?
Aku melihat
asapnya, lalu dia menertawakanku sambil mengatakan hal yang tidak saya
mengerti.
“Hahaha hei
manusia, kau temukan aku dalam bungkusan, kau bakar aku, kau hisap lalu kau
membuangnya. Lihatlah mejamu, sudah tidak ada lagi sejenisku, sekarang kamu mau
apa lagi. Aku ingatkan padamu wahai manusia. Kau membeli aku di warung ataupun
pertokoan, kau gunakan aku untuk sekedar menikmati obrolan bersama teman-teman,
sedikit sekali kau gunakan aku dalam sebuah pengajian. Sekedar saran, cobalah
kau simpan bungkusanmu itu dalam kotak yang aman, jauh dari jangkauan anak-anak
dan begitu pula jauhkan dari teman-teman. Aku sayang kalian, sayang uangmu
untuk bertemu denganku. Sayang kalian karena tubuhmu bukan tempat hidupku.
Sayang kalian karena aku bisa membunuhmu. Karena itulah sesekalilah kalian
bertemu denganku, dan simpanlah aku. Jika kamu inginkan, aku bisa datang
menemui dan itupun dengan syarat jangan terlalu banyak. Kalau kamu tidak
percaya, sekarang coba tengok kembali dimana aku sebelumnya berada. Adakah saya
sekarang? Kamu sekarang sendirian. Coba lihat juga kearah wadahmu. Itulah aku
yang sudah kau hisap, itu bau dan sangat berbahaya. Cepatlah kau buang semuanya
dalam tempat yang aman. Bakarlah kembali sehingga tidak tersisa.”
Ini sungguh
menakjubkan, saat aku melihat asap dari rokok itu, diapun hilang entah kemana.
Dan sekarang tinggal hisapan terakhir. Aku menikmati hisapan ini, sambil
menghabiskan kopi.
Huuuuh....
selamat tinggal asap rokok, terimakasih untuk pagi sampai menjelang siang ini.
Sampai bertemu kembali, jika aku mau bertemu, tapi mudah-mudahan aku tidak akan
mau lagi bertemu kamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar